jago publik speking, ringkasan buku bicara itu ada seninyakarya oh su hyang.
kemampuanbicara yang baik bukanlah bakat tetapi keterampilan yang bisa diasah. Kemampuan ini akan membantu Anda mencapai apa yang Anda inginkan dalam hidup.
kemampuanbicara yang baik bukanlah bakat tetapi keterampilan yang bisa diasah. Kemampuan ini akan membantu Anda mencapai apa yang Anda inginkan dalam hidup.
Kali ini saya akan membahas buku Bicara itu Ada Seninya karya Oh Su Hyang. Buku ini membahas bahwa menjadi pembicara yang baik dapat dipelajari dan tidak hanya ditentukan oleh bakat. Baginya, sebuah pembicaraan bisa disebut baik jika bisa menggetarkan hati.
Keterampilan dalam berbicara akan membantu Anda mencapai apa yang Anda inginkan dalam hidup. Masalahnya, sebagian besar orang tidak tahu bagaimana dan mereka pikir itu adalah bakat dan keterampilan yang tidak dapat diperbaiki. Ada contoh bagus, dalam film The King's Speech, Raja George VI dinobatkan sebagai raja di Inggris selama Perang Dunia II.
George mengalami kesulitan berbicara dan selalu gagap. Hal itulah yang membuat masyarakat Inggris tidak menyambut baik pidatonya. Hingga akhirnya, ia berlatih keras dan berhasil menyatakan pidato yang luar biasa seperti perang dengan Jerman. Pidatonya saat itu sangat menyentuh dan berperan besar dalam menyatukan rakyat Inggris untuk bersatu dalam Perang Dunia II.
berikan kesan pertama yang baik
Menurut sebuah penelitian, persentase perusahaan memilih karyawan baru karena kesan pertama mencapai 66%. Menariknya, waktu yang dibutuhkan untuk menentukan kesan pertama seseorang adalah 1 menit, 3 menit, 5 menit, dan 10 menit. Fakta lain, ucapan singkat ternyata menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan kesan pertama. Karena pentingnya kesan pertama dalam sebuah pertemuan, tidak ada kesempatan dua kali untuk memperbaiki kesan pertama yang buruk.
Ingat, janji untuk pertemuan kedua hanya dapat diperoleh jika kesan pertama baik. Bagi Su, ucapan adalah sarana penting untuk menilai seseorang secara keseluruhan. Dari ucapan, kita bisa mendapatkan kesan yang baik dari lawan bicara dan bisa menunjukkan sisi menarik diri dari lawan bicara. Lalu bagaimana cara memberikan kesan pertama yang baik? Su memberikan tips melalui story telling. Ini adalah strategi yang bisa Anda lakukan saat memperkenalkan siapa diri Anda.
Misalnya, saat wawancara kerja, ketika diminta menceritakan siapa dirinya, kebanyakan orang sibuk menyebutkan spesifikasi dan kelebihannya sebanyak mungkin. Namun, sayangnya, jika apa yang Anda katakan biasa saja, malah membuat orang lain tidak terkesan. Itu sebabnya Anda perlu menggunakan storytelling. story telling Ini adalah cara berbicara yang memberi nilai lebih pada dirinya sendiri.
Kenali diri Anda dan kekuatan Anda
Bagaimana membuat lawan bicara menjadi tertarik pada kita? Salah satunya dengan menjual nilai diri kita ke tempat yang diinginkan. Kita harus tahu dulu kelebihan yang kita miliki. Jika Anda menetapkan harga diri Anda terlalu tinggi, meskipun kemampuannya tidak banyak, maka tidak ada yang akan mencari kita. Sebaliknya, jika Anda menetapkan harga diri Anda terlalu rendah, meskipun kami ahli di sana, maka Anda bisa kehilangan ambisi dan kepercayaan diri.
Sebagai pemberbicara, Su berani meminta bayaran yang lebih tinggi di bidang yang dia kuasai dan bayaran yang lebih rendah di bidang yang masih asing baginya. Peningkatan bayaranya sebagai pemberbicara akan meningkat secara alami seiring waktu ketika namanya menjadi lebih terkenal sebagai pemberbicara yang andal. Awalnya, dia tidak secara langsung menetapkan skor tinggi, tetapi dia mengaturnya sesuai dengan pandangan orang-orang yang menginginkannya.
Apakah kita membutuhkan lebih banyak nilai yang kita tonjolkan? Ini adalah pertanyaan umum. Bagi Su, penting untuk menjadi orisinal karena keaslian inilah yang membedakan Anda dari orang lain dalam hal berbicara. Misalnya, ketika Su mengajar kelas wawancara kerja khusus di sebuah universitas di daerah tersebut. Seorang siswa mengaku tidak tertarik dengan jurusan yang diambilnya sekarang dan itulah yang membuat nilainya kurang bagus. Padahal, tahun depan dia sudah mau lulus dan takut tidak diterima bekerja.
Kemudian, Su memintanya untuk menceritakan tentang kemampuannya. Ternyata, mahasiswi ini sangat menyukai kosmetik. Dia sangat lancar ketika berbicara tentang kosmetik, kelebihan dan kekurangan masing-masing produk. Bahkan, mahasiswi tersebut bisa menebak produk kosmetik apa yang Su pakai hanya dengan memperhatikan wajahnya. Su lalu menyarankan agar mahasiswi tersebut tidak berkecil hati karena telah melebihi kemampuan teman-temannya.
Jika Su adalah pemimpin perusahaan kosmetik, pasti mahasiswi ini yang akan merekrutnya secara langsung. Su juga menyarankan untuk fokus pada apa yang dia suka dan menjadikannya keunikannya selama wawancara. Benar saja, tak lama setelah mahasiswi itu lulus kuliah, ternyata ia diterima bekerja di sebuah perusahaan kosmetik.
Mereka yang setia dengan kelebihan yang dimilikinya pasti akan menghasilkan banyak prestasi dalam pekerjaannya. Jika Su adalah pemimpin perusahaan kosmetik, pasti mahasiswi ini yang akan merekrutnya secara langsung. Su juga menyarankan untuk fokus pada apa yang dia suka dan menjadikannya keunikannya selama wawancara.
Benar saja, tak lama setelah mahasiswi itu lulus kuliah, ternyata ia diterima bekerja di sebuah perusahaan kosmetik. Mereka yang setia dengan kelebihan yang dimilikinya pasti akan menghasilkan banyak prestasi dalam pekerjaannya.
Memenangkan percakapan tanpa perlawanan
Bisakah kita memenangkan pertengkaran tanpa perlawanan? Tentu saja Anda bisa. Itu adalah cara diskusi intelektual. Kita bisa melatihnya melalui forum debat. Ada budaya menarik dari orang-orang Yahudi yang dikenal sebagai Havruta. Orang Yahudi jarang mempelajari Kitab Suci sendiri. Biasanya mereka mencoba mempelajari kitab ini secara berpasangan atau dikenal dengan metode havruta.
Dalam metode ini, siswa secara berpasangan berusaha memahami makna kalimat dalam buku dan mendiskusikan bagaimana menerapkannya dalam konteks yang lebih luas, misalnya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya berpasangan, terkadang mereka juga mempelajarinya dalam kelompok yang lebih besar. Budaya ini menjadi bagian integral dari tradisi Yahudi. Mungkin budaya inilah yang akhirnya membentuk cara berpikir konstruktif yang melahirkan banyak pemikir besar di dunia.
Misalnya, 22% peraih Nobel adalah orang Yahudi. Mungkin perlu ditegaskan, debat berbeda dengan sengketa pendapat. Untuk dapat berargumentasi dengan baik, kita tidak hanya harus memaksakan pendapat kita sendiri, tetapi perlu mempertimbangkan pendapat orang lain. Semua ini hanya bisa kita lakukan jika kita mau mendengarkan.
Perdebatan akan kacau jika semua orang ingin berbicara tetapi tidak mau mendengar. Padahal, dengan kemampuan mendengar, kita bisa menang tanpa berkelahi dan bisa menghasilkan debat yang produktif untuk menemukan solusi baru yang lebih baik dari sebuah masalah.
Comments ()